Tradisi Menjamu Benua, Ritual Sakral yang Warnai Erau 2025 di Kukar

PPTK Program Pengembangan Kesenian Tradisional Disdikbud Kukar, Awang Rifani
PPTK Program Pengembangan Kesenian Tradisional Disdikbud Kukar, Awang Rifani
banner 468x60

KUKAR, LINGKARKALTIM: Rangkaian Erau 2025 di Kutai Kartanegara kembali menghadirkan salah satu prosesi sakral yang masih bertahan hingga kini, yakni Menjamu Benua. Prosesi ini menjadi pembuka sekaligus penanda dimulainya ritual-ritual adat yang akan berlangsung selama Erau.

Menurut Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Program Pengembangan Kesenian Tradisional Disdikbud Kukar, Awang Rifani, Menjamu Benua merupakan tradisi memberi makan atau menjamu makhluk halus yang diyakini mendiami wilayah tertentu. Sajian itu ditaruh di tiga titik penting: kepala benua, perut benua, dan buntut benua.

Read More
banner 300x250

“Makna dari prosesi ini sederhana, yaitu memohon agar tidak ada gangguan dari makhluk halus selama rangkaian Erau berlangsung,” jelas Awang, Kamis (18/9/2025).

Dalam bahasa Kutai, kata “benua” berarti kampung. Oleh karena itu, ritual ini dipahami sebagai bentuk penghormatan kepada penjaga kampung atau roh leluhur. Hanya para belian, yakni pemangku adat, yang mampu melafalkan mantra dan memahami bahasa khusus dalam ritual ini.

Awang menuturkan, meski setiap tahun tetap digelar, kini keberadaan belian yang menguasai tradisi tersebut semakin terbatas. “Di beberapa kampung, tradisi ini sudah jarang dilakukan. Yang masih bertahan ada di Kedang Ipil, sementara di wilayah lain sudah banyak berubah karena pengaruh budaya dan agama,” terangnya.

Ritual ini dilakukan dengan khidmat. Sesaji berupa makanan tradisional disiapkan, lalu dibacakan mantra oleh belian. Proses komunikasi dengan dunia gaib inilah yang diyakini menjadi inti dari Menjamu Benua.

Selain menjadi bentuk penghormatan terhadap tradisi lama, prosesi ini juga memberi pesan moral agar masyarakat tidak melupakan akar budaya yang sudah diwariskan turun-temurun. “Ini adalah bagian dari kearifan lokal kita. Meski tidak semua orang memahami bahasa belian, yang penting kita bisa menjaga makna dan nilai yang terkandung di dalamnya,” tambah Awang.

Tradisi Menjamu Benua tidak hanya menjadi ritual adat, tetapi juga daya tarik budaya. Dalam rangkaian Erau 2025, prosesi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Kutai masih berusaha menjaga kesinambungan antara adat lama dengan perkembangan zaman.

Penyelenggaraan Menjamu Benua tahun ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi generasi muda untuk lebih mengenal, memahami, dan mencintai warisan budaya daerahnya. Dengan begitu, prosesi adat ini bukan sekadar simbol, melainkan juga bagian dari identitas Kutai Kartanegara yang terus hidup hingga kini. (WAN/ADV)

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *