KUKAR, LINGKARKALTIM: Upaya pelestarian seni dan budaya daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menghadapi tantangan serius terkait regenerasi pelaku seni. Banyak seniman tradisional yang mulai menua, sementara generasi muda belum banyak yang tertarik melanjutkan jejak mereka. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar.
Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya Disdikbud Kukar, M. Saidar, mengungkapkan bahwa seni tradisi seperti Mamanda, Tarsul, Ladon, dan Bedandeng merupakan warisan budaya yang sangat berharga. Namun, keberlanjutan kesenian tersebut bergantung pada minat generasi muda untuk belajar dan menekuninya.
“Regenerasi ini memang menjadi tantangan. Banyak maestro seni yang usianya sudah lanjut, sementara belum ada penerus yang benar-benar menekuni bidangnya. Kalau tidak segera kita tangani, dikhawatirkan tradisi lisan dan kesenian lokal bisa hilang,” ujarnya pada Selasa (21/10/2025).
Menurut Saidar, salah satu penyebab kurangnya regenerasi adalah minimnya ruang pembelajaran dan fasilitas pelatihan untuk anak muda. Selain itu, perkembangan teknologi dan arus budaya populer juga membuat minat terhadap seni tradisi semakin berkurang.
“Anak-anak sekarang lebih tertarik pada hiburan digital. Karena itu, tantangan kita adalah bagaimana mengenalkan kesenian tradisional dengan pendekatan yang menarik, misalnya lewat media sosial atau festival budaya,” jelasnya.
Sebagai langkah awal, Disdikbud Kukar telah mulai mengintegrasikan pengenalan kesenian daerah ke dalam kegiatan sekolah, mulai dari jenjang SD hingga SMA. Melalui program tersebut, siswa diperkenalkan dengan bentuk-bentuk seni lokal seperti Tarsul dan Mamanda sebagai bagian dari pembelajaran budaya.
Selain di sekolah, pihak Disdikbud juga aktif menggandeng komunitas dan sanggar seni untuk menjadi mitra dalam proses pembinaan generasi muda. Kolaborasi ini diharapkan mampu menumbuhkan minat sekaligus menciptakan ruang belajar yang lebih dinamis bagi calon seniman muda Kukar.
“Kami juga berencana menggelar pelatihan seni lisan dan lomba antar pelajar agar ada wadah bagi mereka untuk berlatih tampil. Kalau tidak dimulai dari sekarang, bisa-bisa beberapa kesenian tradisional akan hanya tinggal cerita,” tutur Saidar.
Para pelaku seni senior di Kukar turut menyuarakan pentingnya pendampingan dan pembinaan berkelanjutan. Mereka menilai, regenerasi bukan sekadar mengajarkan teknik berkesenian, tetapi juga menanamkan nilai budaya dan filosofi di balik setiap karya seni tradisional.
Ke depan, pemerintah daerah diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap program pembinaan seniman muda, baik melalui dukungan dana, pelatihan, maupun penyediaan ruang ekspresi. Dengan begitu, seni dan budaya Kukar tidak hanya terjaga keberadaannya, tetapi juga terus berkembang bersama semangat generasi penerusnya. (WAN/ADV)