KUKAR, LINGKARKALTIM: Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus berkomitmen membangun generasi muda yang peduli kemanusiaan melalui pembinaan Palang Merah Remaja (PMR).
Salah satu langkah nyata adalah dengan pelaksanaan Youth Red Cross Competition (YRCC) tingkat kabupaten, yang digelar di halaman parkir Stadion Rondong Demang Tenggarong, dari 2 hingga 5 Oktober 2025.
Kegiatan ini diikuti 1.500 peserta dari 69 sekolah se-Kukar, mulai dari tingkat SD/MI PMR Mula, SMP/MTs PMR Madya, hingga SMA/MA PMR Wira.
Para peserta tidak hanya berkompetisi, tetapi juga menjalani pembinaan intensif dengan hidup berkemah di tenda-tenda sederhana selama empat hari penuh.
Ketua PMI Kukar, Ismed, menegaskan bahwa YRCC bukan sekadar ajang lomba. Lebih dari itu, kegiatan ini merupakan wadah pembinaan karakter bagi calon relawan masa depan.
“Dari usia dini mereka sudah diperkenalkan bagaimana kepalangmerahan, bagaimana menghadapi kondisi darurat, minimal pertolongan pertama saat kecelakaan, maupun saat bencana. Mental ini yang kita bentuk agar mereka siap jadi relawan tangguh,” ucap dia, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, kondisi di lapangan kerap menuntut relawan menghadapi situasi serba terbatas. Tidak ada rumah harus mendirikan tenda, tidak ada air membuat MCK lapangan, bahkan jika tidak ada makanan, mereka harus berkolaborasi mendirikan dapur umum bersama perangkat daerah.
“Relawan harus siap turun di kondisi apa pun, dan itu mulai kita latih dari sekarang,” kata Ismed.
Dia menjelaskan bahwa YRCC ini merupakan salah satu agenda besar PMI untuk PMR, yang beberapa dengan Jumpa Bakti Gembira (Jumbara).
“Kalau Jumbara, peserta membawa nama kecamatan. Jadi sekolah-sekolah digabung jadi kontingen kecamatan. Sedangkan YRCC, mereka membawa nama sekolah masing-masing. Tujuannya agar kami bisa mengevaluasi sejauh mana pembinaan PMR di tiap sekolah,” jelasnya.
Dengan pola ini, Ismed berharap dapat memetakan sekolah-sekolah yang berhasil membina PMR secara konsisten, sekaligus memberikan motivasi kepada sekolah lain untuk meningkatkan kualitas pembinaannya.
Meski harus tinggal di tenda dengan fasilitas terbatas, semangat para peserta tidak surut. Bagi mereka, pengalaman ini justru menjadi bagian penting dari proses pembentukan diri sebagai relawan.
“Kalau ditanya gimana tidur di tenda, jawabannya ‘gak apa-apa’. Gimana makanannya, mereka bilang ‘enak’. Itu kebahagiaan bagi kami, artinya mereka sudah punya mental tahan banting,” tutur dia.
Ia menilai bahwa pembinaan PMR adalah investasi jangka panjang. Relawan yang terbentuk sejak bangku sekolah akan menjadi garda terdepan dalam upaya kemanusiaan, baik di tingkat lokal maupun nasional.
“Adik-adik PMR ini adalah calon relawan masa depan. Kita ingin mereka tumbuh dengan jiwa kemanusiaan, disiplin, tangguh, dan solid. Harapan kami, apa yang mereka dapatkan di sini akan menjadi bekal nyata ketika kelak menghadapi situasi darurat di masyarakat,” pungkas Ismed. (ASR)